
Ketika diputuskan harus melaksanakan pembelajaran dari rumah, muncul kekhawatiran akan adanya learning loss secara masif, yang dapat menyebabkan terjadinya generation gap. Kekhawatiran ini pula yang dirasakan para insan pendidikan Trimurti Senior High School.
Hal itu diakui oleh Syarif Andri Setiawan, Kepala Sekolah SMA Trimurti Surabaya. Syarif menjelaskan, langkah darurat yang dilakukan Trimurti Senior High School dalam melaksanakan pembelajaran di awal masa pandemi adalah memutuskan untuk mengambil pembelajaran secara daring.
“Kami berusaha memanfaatkan fasilitas sekolah yang sudah ada, apa adanya, sementara. Sambil mempersiapkan pelatihan kilat guru dan pengadaan kilat fasilitas sekolah,” tutur Syarif.
Pada saat itu, lanjut Syarif, pihaknya sudah memiliki aplikasi ujian online dan akses internet sekolah yang belum digunakan secara maksimal, di antaranya aplikasi Learning Management System (LMS) dan aplikasi Video Conference (VC).
“Selama 2 minggu pertama pembelajaran dari rumah, kami melaksanakan penugasan mandiri melalui aplikasi ujian online yang dipandu wali kelas lewat media WhatsApp,” ujarnya.
Guru dan tenaga pendukung sekolah berjibaku untuk berlatih, menyiapkan, dan mengenalkan ke siswa terkait aplikasi LMS dan VC yang dipilih dan dipakai sekolah. Setelah 2 minggu berlalu, pembelajaran kemudian diorganisasikan melalui LMS, didukung aplikasi VC dan ujian daring.
Namun, hal itu ternyata belum menjamin proses belajar berjalan dengan baik, termasuk untuk menghindari learning loss. Dalam proses pembelajaran, ditemukan bahwa keterlibatan siswa cukup rendah dan banyak aktivitas belajar yang terlewatkan.
Hal ini terjadi karena siswa belajar di rumah yang jauh dari pantauan guru. Begitu juga orang tua siswa yang ternyata tidak selalu bisa memantau karena bekerja atau aktivitas lain.
Belum lagi ditambah beberapa siswa yang memiliki kesulitan dalam akses internet dan/atau peralatan pembelajaran daring. Dari sisi guru, ditemukan bahwa mereka kesulitan untuk mengontrol belajar siswa karena hanya dapat berkomunikasi secara online.
Selain itu, guru juga kesulitan mendapatkan bahan ajar lengkap pada materi tertentu yang dapat ditempatkan di LMS. Hal ini akhirnya memunculkan keluhan orang tua, bahwa siswa tidak mendapatkan pembelajaran yang cukup, dan tingkat kepuasan mereka terhadap sekolah pun menurun.
“Menemui hambatan belajar pelik seperti itu, kami melakukan evaluasi. Hasilnya, kami menemukan bahwa permasalahan utama sebenarnya ada dalam pola pikir kami dalam melaksanakan pembelajaran daring,” kata Syarif.
Menurutnya, sekolah masih memakai pola pikir pembelajaran tatap muka normal dalam pembelajaran daring. Guru masih dianggap kontrol utama pembelajaran, sedangkan orang tua atau keluarga di rumah hanya sebagai pemantau.
Sekolah juga masih menganggap pembelajaran sebagai proses transfer materi sebanyak-banyaknya. Pun demikian sekolah juga masing menggunakan teknik pengajaran tatap muka saat pertemuan daring.
“Untuk itu, kami memerlukan perubahan pola pikir dan merancang pembelajaran blended learning plus yang efektif untuk memaksimalkan proses pembelajaran daring atau hibrida, melakukan tatap muka terbatas bagi siswa yang kesulitan akses internet dan/atau peralatan pembelajaran daring.”
Konsep blended learning plus pertama yang dikembangkan adalah membangun sinergi antara sekolah, siswa, dan rumah. Di sini, dilakukan proses pelaporan kehadiran dan capaian belajar siswa secara rutin.
Setiap guru melakukan pendataan presensi dan hasil penugasan kecil untuk mengukur capaian belajar siswa dalam proses pembelajaran tersebut. Hasil pendataan ini kemudian dikumpulkan dan direkapitulasi oleh wali kelas. Kemudian, hasil rekapitulasi dilaporkan ke orang tua melalui grup aplikasi chat online.
Konsep blended learning plus kedua adalah membangun pembelajaran yang esensial. Guru melakukan pemetaan materi pembelajaran yang esensial dan sampingan untuk siswa. Proses pembelajaran diutamakan untuk penguasaan materi esensial dan materi sampingan yang digunakan sebagai pengayaan bagi siswa.
Konsep blended learning plus ketiga adalah membangun pembelajaran yang relevan, kaya, dan menarik. Pembelajaran mengambil tema yang dikaitkan dengan topik-topik di lingkungan sekitar siswa. Pembelajaran dibentuk dalam bentuk aktivitas, seperti membuat video, proyek, dan sebagainya.
Syarif menjelaskan, pihak sekolah menjalin kerja sama dengan penyedia konten belajar interaktif terkemuka, yaitu ‘Ruangguru’ untuk memberi variasi sumber belajar. Sekolah menyediakan perangkat tatap muka daring yang memungkinkan guru bisa melakukan aktivitas mengajar lebih leluasa, seperti webcam wide angle, headset nirkabel, dan green screen.
“Setelah mengembangkan dan melaksanakan blended learning plus, hasilnya sangat positif dalam proses pembelajaran daring yang kami lakukan. Saat ini, keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran daring mendekati 100 persen,” katanya.
Selain itu, orang tua banyak yang menyatakan rasa puas dengan proses belajar yang sudah dilakukan siswa. Ternyata, jumlah persentase siswa yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) juga meningkat.
“Tapi, kami tidak merasa berpuas diri sampai di pencapaian ini. Untuk pengembangan ke masa depan, kami akan konsisten meningkatkan kompetensi guru dengan pembekalan dan pengembangan menuju pembelajaran paradigma baru,” lanjutnya.
Paradigma baru tersebut meluaskan konsep blended learning plus ke proses Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT), serta menjajaki integrasi teknologi pendidikan masa depan seperti Machine Learning dan Augmented Reality/Virtual Reality (AR/VR).
Baca artikel CNN Indonesia “Blended Learning, Solusi Pendidikan di Tengah Pandemi Lewat Teknologi” selengkapnya di sini: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20220218152431-190-761043/blended-learning-solusi-pendidikan-di-tengah-pandemi-lewat-teknologi.
Komentar Terbaru